Adi Firansyah.Com

Malaysia Blog

Afiq's Blog

Blog Linda

Monday, January 28, 2008

Falsafah Dan Pemahaman Mengenainya

Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسة, yang juga diambil dari bahasa Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia = "kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta kebijaksanaan” atau “ilmu”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".

Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" adalah studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis.[1] ini didalami tidak dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta akhir dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak diperlukan logika berpikir dan logika bahasa.

Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu membuat filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'.

Tema

Dalam tradisi filsafat Barat, dikenal adanya pembidangan dalam filsafat yang menyangkut tema tertentu. Tema-tema itu adalah: ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Tema pertama adalah ontologi. Ontologi membahas tentang masalah “keberadaan” sesuatu yang dapat dilihat dan dibedakan secara empiris (kasat mata), misalnya tentang keberadaan alam semesta, makhluk hidup, atau tata surya.

Tema kedua adalah epistemologi. Epistemologi adalah tema yang mengkaji tentang pengetahuan (episteme secara harafiah berarti “pengetahuan”). Epistemologi membahas berbagai hal tentang pengetahuan seperti batas, sumber, serta kebenaran suatu pengetahuan.

Tema ketiga adalah aksiologi, yaitu tema yang membahas tentang masalah nilai atau norma sosial yang berlaku pada kehidupan manusia. Nilai sosial . Sementara itu, norma sosial adalah

Klasifikasi filsafat

Dalam membangun tradisi filsafat banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat biasa diklasifikasikan menurut daerah geografis dan latar belakang budayanya. Dewasa ini filsafat biasa dibagi menjadi dua kategori besar menurut wilayah dan menurut latar belakang agama. Menurut wilayah bisa dibagi menjadi: “Filsafat Barat”, “Filsafat Timur”, dan “Filsafat Timur Tengah”. Sementara latar belakang agama dibagi menjadi: “Filsafat Islam”, “Filsafat Budha”, “Filsafat Hindu”, dan “Filsafat Kristen”.

Filsafat Barat

‘‘‘Filsafat Barat’’’ adalah ilmu yang biasa dipelajari secara akademis di universitas-universitas di Eropa dan daerah-daerah jajahan mereka. Filsafat ini berkembang dari tradisi falsafi orang Yunani kuno.

Tokoh utama filsafat Barat antara lain Plato, Thomas Aquinas, Réne Descartes, Immanuel Kant, Georg Hegel, Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.

Filsafat Timur

‘‘‘Filsafat Timur’’’ adalah tradisi falsafi yang terutama berkembang di Asia, khususnya di India, Tiongkok dan daerah-daerah lain yang pernah dipengaruhi budayanya. Sebuah ciri khas Filsafat Timur ialah dekatnya hubungan filsafat dengan agama. Meskipun hal ini kurang lebih juga bisa dikatakan untuk Filsafat Barat, terutama di Abad Pertengahan, tetapi di Dunia Barat filsafat ’an sich’ masih lebih menonjol daripada agama. Nama-nama beberapa filsuf Timur, antara lain Siddharta Gautama/Buddha, Bodhidharma, Lao Tse, Kong Hu Cu, Zhuang Zi dan juga Mao Zedong.

Filsafat Timur Tengah

‘‘‘Filsafat Timur Tengah’’’ ini sebenarnya mengambil tempat yang istimewa. Sebab dilihat dari sejarah, para filsuf dari tradisi ini sebenarnya bisa dikatakan juga merupakan ahli waris tradisi Filsafat Barat. Sebab para filsuf Timur Tengah yang pertama-tama adalah orang-orang Arab atau orang-orang Islam (dan juga beberapa orang Yahudi!), yang menaklukkan daerah-daerah di sekitar Laut Tengah dan menjumpai kebudayaan Yunani dengan tradisi falsafi mereka. Lalu mereka menterjemahkan dan memberikan komentar terhadap karya-karya Yunani. Bahkan ketika Eropa setalah runtuhnya Kekaisaran Romawi masuk ke Abad Pertengahan dan melupakan karya-karya klasik Yunani, para filsuf Timur Tengah ini mempelajari karya-karya yang sama dan bahkan terjemahan mereka dipelajari lagi oleh orang-orang Eropa. Nama-nama beberapa filsuf Timur Tengah: Avicenna(Ibnu Sina), Ibnu Tufail, Kahlil Gibran (aliran romantisme; kalau boleh disebut bergitu)dan Averroes.

Filsafat Islam

‘‘‘Filsafat Islam’’’ bukanlah filsafat Timur Tengah. Bila memang disebut ada beberapa nama Yahudi dan Nasrani dalam filsafat Timur Tengah, dalam filsafat Islam tentu seluruhnya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih 'mencari Tuhan', dalam filsafat Islam justru Tuhan 'sudah ditemukan.'

Filsafat Kristen

‘‘‘Filsafat Kristen’’’ mulanya disusun oleh para bapa gereja untuk menghadapi tantangan zaman di abad pertengahan. Saat itu dunia barat yang Kristen tengah berada dalam zaman kegelapan (dark age). Masyarakat mulai mempertanyakan kembali kepercayaan agamanya. Tak heran, filsafat Kristen banyak berkutat pada masalah ontologis dan filsafat ketuhanan. Hampir semua filsuf Kristen adalah teologian atau ahli masalah agama. Sebagai contoh: Santo Thomas Aquinas, Santo Bonaventura, dsb.

Munculnya Filsafat

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak menggantungkan diri kepada agama lagi untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Banyak yang bertanya-tanya mengapa filsafat muncul di Yunani dan tidak di daerah yang beradab lain kala itu seperti Babilonia, Yudea (Israel) atau Mesir. Jawabannya sederhana: di Yunani, tidak seperti di daerah lain-lainnya tidak ada kasta pendeta sehingga secara intelektual orang lebih bebas.

Orang Yunani pertama yang bisa diberi gelar filsuf ialah Thales dari Mileta, sekarang di pesisir barat Turki. Tetapi filsuf-filsuf Yunani yang terbesar tentu saja ialah: Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates adalah guru Plato sedangkan Aristoteles adalah murid Plato. Bahkan ada yang berpendapat bahwa sejarah filsafat tidak lain hanyalah “Komentar-komentar karya Plato belaka”. Hal ini menunjukkan pengaruh Plato yang sangat besar pada sejarah filsafat.

Sejarah Filsafat Barat

Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik, Abad Pertengahan, Modern dan Kontemporer.

Klasik

“Pra Sokrates”: Thales - Anaximander - Anaximenes - Pythagoras - Xenophanes – Parmenides - Zeno - Herakleitos - Empedocles – Democritus - Anaxagoras

"Zaman Keemasan": Sokrates - Plato - Aristoteles

Abad Pertengahan

"Skolastik": Thomas Aquino

Modern

Machiavelli - Giordano Bruno - Francis Bacon - Rene Descartes - Baruch de Spinoza- Blaise Pascal - Leibniz - Thomas Hobbes - John Locke - George Berkeley - David Hume - William Wollaston - Anthony Collins - John Toland - Pierre Bayle - Denis Diderot - Jean le Rond d'Alembert - De la Mettrie - Condillac - Helvetius - Holbach - Voltaire - Montesquieu - De Nemours - Quesnay - Turgot - Rousseau - Thomasius - Ch Wolff - Reimarus - Mendelssohn - Lessing - Georg Hegel - Immanuel Kant - Fichte - Schelling - Schopenhauer - De Maistre - De Bonald - Chateaubriand - De Lamennais - Destutt de Tracy - De Volney - Cabanis - De Biran - Fourier - Saint Simon - Proudhon - A. Comte - JS Mill - Spencer - Feuerbach - Karl Marx - Soren Kierkegaard - Friedrich Nietzsche - Edmund Husserl

Kontemporer

Jean Baudrillard - Michel Foucault - Martin Heidegger - Karl Popper - Bertrand Russell - Jean-Paul Sartre – Albert Camus - Jurgen Habermas - Richard Rotry - Feyerabend- Jacques Derrida - Mahzab Frankfurt

A priori y a posteriori

Los términos “a priori” y “a posteriori” se refieren fundamentalmente a cómo o en qué se basa una propuesta podría ser conocida. Una proposición que se puede saber a priori si que se puede saber independientemente de la experiencia. Una proposición que se puede saber a posteriori si que se puede saber sobre la base de la experiencia. El a priori / a posteriori distinción epistemológica y no debe confundirse con la distinción entre la metafísica y el contingente necesario o semantical o de la distinción entre la lógica analítica y la sintética. Dos de los aspectos a priori / a posteriori distinción requieren aclaración: la concepción de la experiencia en la que la distinción vueltas, y el sentido en el que, a priori, el conocimiento es independiente de tal experiencia. Esta última da lugar a importantes preguntas sobre la base positiva de los conocimientos a priori.

Una primera caracterización

A priori “y” a posteriori “se refieren principalmente a la forma, o sobre qué base, una propuesta podría ser conocida. En términos generales, una proposición que se puede saber a priori si que se puede saber independientemente de la experiencia, mientras que una proposición puede saber a posteriori que se puede saber sobre la base de la experiencia. La distinción entre, a priori, a posteriori y por lo tanto, el conocimiento en general se corresponde con la distinción entre conocimiento empírico y nonempirical.

El a priori / a posteriori distinción es a veces aplicado a cosas distintas formas de saber, por ejemplo, a propuestas y argumentos. Una proposición a priori es el que se puede saber a priori y de un argumento a priori es uno de los locales que son proposiciones a priori. En consecuencia, la propuesta de un control a posteriori que se puede saber a posteriori, mientras que un argumento a posteriori es uno de los locales que son proposiciones a posteriori. (Un argumento es típicamente considerado como a posteriori, si es compuesto de una combinación de a priori y a posteriori de los locales.) El a priori / a posteriori distinción que se aplicó también a los conceptos. Un concepto a priori es el que se puede adquirir independientemente de la experiencia, que pueden -, pero no tiene por qué - la participación de su ser innata, mientras que la adquisición de un control a posteriori concepto requiere experiencia.

El componente de conocimiento a la que a priori / a posteriori distinción es inmediatamente relevante es el de la justificación o la orden de detención. (Estos términos son usados como sinónimos aquí y se refieren a los principales componentes de los conocimientos que más allá de la creencia verdadera.) Decir que una persona conoce una determinada propuesta, a priori, es decir que su justificación de la creencia de esta proposición es independiente de la experiencia. Según la opinión tradicional de la justificación, que se justifica creer en algo es tener una razón para apoyar epistémica, una razón para pensar que es cierto. Por lo tanto, que se justifica a priori creer en una determinada propuesta es tener una razón para pensar que la proposición es cierto que no surge o se derivan de la experiencia. Por el contrario, que se justifica a posteriori es tener una razón para pensar que una determinada proposición es verdad que hace surgir o derivar de la experiencia. (Véase la Sección 6 más adelante por dos cuentas de la a priori / a posteriori distinción que no presuponen esta concepción tradicional de la justificación.) Ejemplos de justificación a posteriori se incluyen muchos de percepción ordinaria, memorial, introspectivo y creencias, así como la creencia en muchos de Las reclamaciones de las ciencias naturales. Mi convicción de que es actualmente de llover, que me administró un examen de esta mañana, que los seres humanos tienden a no les gusta el dolor, que el agua es H2O, y que los dinosaurios existen, son todos ejemplos de la justificación a posteriori. Tengo buenas razones para apoyar cada una de estas reclamaciones y estas razones surgen de mi propia experiencia o de la de otros. Estas creencias están en contraste con lo siguiente: todos los solteros son no casados; cubos tienen seis lados; si hoy es Martes, hoy no es jueves; rojo es un color, siete más cinco es igual a doce. Tengo buenas razones para pensar cada una de estas afirmaciones es cierta, pero las razones no parecen derivar de la experiencia. Más bien, parecen capaces de ver o aprehender la verdad de estas reclamaciones sólo por reflexionar sobre su contenido.

La descripción de la justificación a priori como justificación independiente de la experiencia es, por supuesto, totalmente negativo, para nada positivo ni sobre la base real de esa justificación se revela. Pero los ejemplos de la justificación a priori se señaló anteriormente hacen sugerir una caracterización más positivo, a saber, que a priori surge de la justificación puro pensamiento o la razón. Una vez que el significado de los términos pertinentes que se entiende, es evidente, sobre la base de puro pensamiento de que si hoy es Martes, hoy no es viernes, o cuando se añade siete a cinco la cantidad resultante debe ser doce. Por lo tanto, podemos definir mejor la caracterización de justificación a priori de la siguiente manera: uno es a priori justificado en creer si una determinada propuesta, sobre la base de puro pensamiento o razón, uno tiene una razón para pensar que la proposición es verdadera.

Estas consideraciones iniciales de la a priori / a posteriori distinción sugieren una serie de importantes vías de investigación. Por ejemplo, sobre qué tipo de experiencia hace depender la justificación a posteriori? ¿En qué sentido es, a priori, independiente de la justificación de este tipo de experiencia? Y es más esclarecedor epistemically cuenta de la positiva carácter de justificación a priori disponibles: uno que explica cómo o en virtud de lo puro pensamiento o razón podría generar razones epistémicas? Pero antes de pasar a estos temas, a priori / a posteriori distinción debe diferenciarse de dos distinciones con las que a veces se confunde: analítica / sintética, y es necesario / contingente.

La analítica / sintética distinción

La analítica / sintética explicated distinción ha sido de muchas maneras y, aunque algunos han considerado fundamentalmente equivocadas (por ejemplo, Quine 1961), todavía es empleado por una serie de los filósofos de hoy. Una forma estándar de marcado de la distinción, que tiene su origen en Kant (1781), se convierte en la idea conceptual de contención. En esta cuenta, es una propuesta analítica si el predicado concepto de la propuesta está contenida en el concepto de materia. La afirmación de que todos los solteros son no casados, por ejemplo, es analítico porque el concepto de ser solteros se incluye dentro del concepto de un título. Por el contrario, en proposiciones sintéticas, el predicado concepto “amplifica” o se suma al concepto de materia. La reclamación, por ejemplo, que el sol es de aproximadamente 93 millones de millas de la tierra es sintético porque el concepto de que se encuentra a cierta distancia de la tierra va más allá o añade al concepto del sol. Otra forma de llamar la distinción es decir, que una proposición es analítica si su verdad depende totalmente de la definición de sus términos (es decir, es verdad por definición), mientras que la verdad de una proposición sintético no depende de la mera convención lingüística, Sino en la forma en que el mundo en realidad es en algunos aspectos. La afirmación de que todos los solteros son no casados es verdad, simplemente por la definición de “soltero”, mientras que la verdad de la reclamación acerca de la distancia entre la Tierra y el Sol depende, no sólo en el sentido de la palabra “sol”, sino de lo que Esta distancia es en realidad.

Algunos filósofos han equiparado la analítica con el a priori y la síntesis con el a posteriori. Hay, sin duda, una estrecha relación entre los conceptos. Por ejemplo, si la verdad de una proposición es, por ejemplo, estrictamente una cuestión de la definición de sus términos, el conocimiento de esta proposición no es probable que requieren experiencia (la reflexión racional por sí sola probablemente suficiente). Por otra parte, si la verdad de una proposición depende de la forma en que el mundo es en realidad en algunos aspectos, el conocimiento de entonces parecería exigir a la investigación empírica.

A pesar de esta estrecha relación, los dos distinciones no son idénticos. En primer lugar, el a priori / a posteriori distinción epistemológica: que se refiere a la forma, o sobre qué base, una propuesta podría ser conocida o cree justificadamente. La analítica / sintética distinción, en cambio, es lógico o semantical: se refiere a lo que hace que una determinada proposición verdadera, o intencional a ciertas relaciones que obtener entre los conceptos que constituyen una proposición.

Está abierto a la pregunta, además, si el a priori incluso coincide con el análisis o el control a posteriori con el sintético. En primer lugar, muchos filósofos han pensado que hay (o, al menos, podría ser) los casos de justificación sintéticos a priori. Consideremos, por ejemplo, la afirmación de que si algo es de color rojo en todo, entonces no es todo verde. Creencia en esta reclamación es aparentemente justificada independientemente de la experiencia. Simplemente por pensar lo que es algo para ser todo rojo, es inmediatamente evidente que un objeto con esta calidad no puede, al mismo tiempo, tienen la cualidad de ser verde en todo. Pero también parece claro que la propuesta en cuestión no es analítica. Ser verde no todo es parte de la definición de ser de color rojo en todo, ni es incluido en el concepto de ser todo rojo. Si ejemplos como este se han de tomarse a la ligera, es un error pensar que si una propuesta es, a priori, también debe ser analítico.

En segundo lugar, la creencia en ciertas reclamaciones de análisis a veces se justifica por medio de testimonios y, por lo tanto, es a posteriori. Es posible (aunque atípico) para una persona a creer que un cubo tiene seis lados, porque esta creencia fue elogiado a él por alguien que sabe ser un agente cognitivo altamente fiable. Esa creencia sería a posteriori, ya que es de suponer que por la experiencia que la persona que ha recibido el testimonio del agente y sabe que para ser fiable. Así también es equivocado pensar que si una propuesta es a posteriori, debe ser sintética.

En tercer lugar, no hay razón de principio para pensar que toda propuesta debe conocerse. Algunos analítico y sintético algunas proposiciones pueden ser simplemente incognoscible, al menos para los agentes cognitivos como nosotros. Podemos, por ejemplo, o simplemente ser conceptualmente constitucionalmente incapaces de captar el significado de la, o las razones para apoyar, de determinadas propuestas. Si es así, de ser una proposición analítica no implica que es a priori, ni una propuesta de síntesis que se implica que es a posteriori.

Esto plantea la cuestión del sentido en el que una reclamación debe saber si ha de calificarse como, a priori, o bien a posteriori. ¿Para quién debe ser tal reclamación puede saber? Cualquier ser racional? Todo o la mayoría de los seres humanos racionales? Sólo Dios? No podrá haber totalmente nonarbitrary forma de dar una respuesta muy precisa a esta pregunta. Al parecer, un error de definir “conocible”, de manera general, una propuesta que podría calificar tanto a priori como a posteriori o si se puede saber sólo por un grupo muy selecto de los seres humanos, o tal vez sólo por un ser divino o no humanos. Y, sin embargo, el más estrecho de la definición de “saber”, la más probable es que ciertas proposiciones que resultan ser incognoscible. “Conjetura de Goldbach” - la afirmación de que todo entero par mayor que dos es la suma de dos números primos - a veces es citado como un ejemplo de una proposición que puede ser incognoscible por cualquier ser humano (Kripke 1972).
Volver a Tabla de Contenidos

El necesario / contingente distinción

Una proposición es necesario un valor de la verdad, que es constante a través de todos los mundos posibles. Por lo tanto, una proposición necesariamente verdadera es aquella que ocurre en cada mundo posible, y una proposición necesariamente falsa es la que es falso todo lo posible en el mundo. Por el contrario, la verdad contingente proposiciones de valor no es fijo en todos los mundos posibles: para cualquier propuesta de contingente, existe al menos un mundo posible en que es cierto y por lo menos un mundo posible, en la que es falsa.

El necesario / contingente distinción se relaciona estrechamente con el a priori / a posteriori distinción. Es razonable esperar, por ejemplo, que si una determinada afirmación es necesaria, debe ser conocido sólo a priori. Sentido experiencia sólo puede decirnos sobre el mundo real y, por tanto, sobre lo que es el caso, sino que puede no decir nada sobre lo que debe o no debe ser el caso. Créditos contingentes, por otro lado, parece ser cognoscible sólo a posteriori, ya que no está claro cómo el pensamiento o la razón pura pueda decirnos nada sobre el mundo real en comparación con otros mundos posibles.

Aunque estrechamente relacionados, estas distinciones no son equivalentes. El necesario / contingente distinción es metafísica: modal que se refiere a la situación de las proposiciones. Como tal, es claramente distinta de la a priori / a posteriori distinción, que es epistemológico. Por lo tanto, aun cuando las dos distinciones fueron para coincidir, no serían idénticas.

Pero también hay razones para pensar que no coinciden. Algunos filósofos han sostenido que hay verdades contingentes a priori (Kripke 1972; Kitcher 1980b). Un ejemplo de esa verdad es la proposición de que el estándar de la barra de metro en París, es un metro de largo. Esta petición resulta cognoscible a priori, ya que el bar en cuestión define la longitud de un metro. Y, sin embargo, también parece que hay mundos posibles en los que esta reclamación sería falsa (por ejemplo, los mundos en los que el medidor de barras se daña o expuestos a extremos de calor). En comparación, se han ofrecido argumentos en defensa de la afirmación de que hay verdades necesarias a posteriori. Tomemos, por ejemplo, la tesis de que el agua es H2O (ibíd.). Cabe la posibilidad de que esta proposición es verdadera en todos los mundos posibles, es decir, que en cada mundo posible, el agua tiene la estructura molecular H2O. Pero también parece que esta propuesta sólo puede ser conocido por el carácter empírico de los medios y, por tanto, que es a posteriori. Filósofos de acuerdo sobre qué hacer con los casos de este tipo, pero si por encima de la interpretación de ellos es correcto, una propuesta que se está, a priori, no garantiza que es necesario, ni una propuesta de la que se garantiza que a posteriori es Contingente.

Por último, por razones ya examinadas, no hay ninguna razón obvia para negar que ciertos y determinados necesarias créditos contingentes podrían ser incognoscible en el correspondiente sentido. Si, efectivamente, existen esas propuestas, el análisis no coincide con la necesaria, ni la sintética junto con el contingente.
Volver a Tabla de Contenidos

El pertinentes sentido de la “experiencia”

En el punto 1 anterior, se observó que la justificación a posteriori se dice que se derivan de la experiencia y, a priori, la justificación sea independiente de la experiencia. Para aclarar más esta distinción, más hay que decir acerca de la sensación de “experiencia”.

No existe una amplia aceptación de la caracterización específica el tipo de experiencia de que se trate. Los filósofos han tenido lugar más que decir sobre la forma en que no lo caracterizan. Existe un amplio acuerdo, por ejemplo, que la experiencia no debe equipararse a la experiencia sensorial, ya que ello equivaldría a dejar de lado las fuentes de justificación a posteriori de cosas tales como la memoria y la introspección. (También se excluye, se les de existir, al igual que los fenómenos cognitivos clarividencia y la telepatía mental.) Estas exclusiones son problemáticos ya que la mayoría de los casos de memorial introspectivo y justificación parecen a los casos de paradigma sensorial justificación más de lo que parecen a los casos de paradigma a priori la justificación. Sería un error, sin embargo, para caracterizar la experiencia tan amplia como para incluir a cualquier tipo de fenómeno mental consciente o proceso; paradigma de los casos incluso a priori la justificación de la participación de la experiencia en este sentido. Esto es sugerido por la noción de conocimiento racional, que muchos filósofos han dado un papel central en sus cuentas de justificación a priori. Estos filósofos describen a priori la justificación de la participación de una especie racional de “ver” o la percepción de la verdad o de necesidad a priori reclamaciones.

Sin embargo, existe al menos una diferencia evidente entre a priori y a posteriori la justificación que podrían ser utilizados para delinear la concepción de la experiencia (véase, por ejemplo, BonJour 1998). En los casos más claros de justificación a posteriori, los objetos de cognición son características del mundo actual, que puede o no estar presente en otros mundos posibles. Además, la relación entre estos objetos y los estados cognitivos de que se trata es de suponer que de causalidad. Pero ninguna de estas condiciones parece ser satisfecha en los casos de la más clara justificación a priori. En esos casos, los objetos de cognición parece (al menos a primera vista), que se resumen las entidades existentes en todos los mundos posibles (por ejemplo, propiedades y relaciones). Además, no está claro cómo la relación entre estos objetos y los estados cognitivos de que se trate puede ser causal. Aunque estas diferencias pueden parecer a punto de una base adecuada para la caracterización de la concepción de la experiencia, tal caracterización, como cuestión de principio, excluye la posibilidad de que los contingentes y necesarias, a priori, a posteriori proposiciones. Pero ya que muchos filósofos a pensar que tales propuestas existen (o, al menos, pudiera existir), una alternativa o revisadas caracterización sigue siendo conveniente.

Todos los que se puede decir con mucha confianza, entonces, es que una adecuada definición de “experiencia” debe ser lo suficientemente amplio como para incluir cosas como la introspección y la memoria, pero lo suficientemente estrechos que putativo paradigma de los casos, a priori, en efecto, la justificación puede ser que se dice independiente De la experiencia.
Volver a Tabla de Contenidos

El sentido de los “independientes”

También es importante examinar con más detalle la forma en que la justificación a priori se piensa que es independiente de la experiencia. Una vez más, el estándar caracterizaciones suelen ser negativos. Hay al menos dos formas en las que a priori la justificación no se dice a menudo que ser independiente de la experiencia.

La primera comienza con la observación de que antes de que uno puede ser, a priori, justificada en la creencia de una determinada reclamación, uno debe entender que la reclamación. El razonamiento para esto es que, para muchos, a priori, las reclamaciones se requiere la experiencia de poseer los conceptos necesarios para entender ellos (Kant 1781). Considere una vez más la afirmación de que si algo es de color rojo en todo, entonces no es todo verde. Para entender esta proposición, tengo que tener los conceptos de rojo y verde, que a su vez requiere de mi visual antes de haber tenido experiencias de estos colores.

Sería un error, sin embargo, concluir de ello que la justificación de que se trata no es esencialmente independiente de la experiencia. Mi verdadera razón para pensar que la reclamación pertinente es cierto no surge de la experiencia, sino más bien de puro pensamiento o la reflexión racional, o simplemente de pensamiento sobre las propiedades y las relaciones en cuestión. Además, la noción misma de la justificación epistémica presupone que de entendimiento. Al considerar si una persona tiene una razón epistémica en apoyo de una de sus creencias, es simplemente dar por sentado que ella entiende la proposición cree. Por lo tanto, a lo sumo, la experiencia es a veces una condición previa para la justificación a priori.

En segundo lugar, muchos filósofos contemporáneos que aceptar a priori la justificación depende de la experiencia en el sentido negativo que puede socavar a veces la experiencia o incluso de la derrota esa justificación. Este contrarresta las opiniones de muchos filósofos históricos que tomaron la posición de que a priori la justificación es infalible. La mayoría de los filósofos contemporáneos negar esta infalibilidad, la infalibilidad, pero a priori la justificación de por sí solos, no implica que esa justificación puede ser socavado por la experiencia. Es posible que a priori la justificación es falible, pero que nunca, en cada caso particular, tenemos motivos para pensar que ha sido socavada por la experiencia. Además, la falibilidad de justificación a priori es coherente con la posibilidad de que sólo otras instancias de justificación a priori puede socavar o derrotarlo.

No obstante, no parece que los casos sencillos en los que a priori la justificación podría ser anulado o menoscabado por la experiencia. Supongamos, por ejemplo, que estoy preparando mi declaración de impuestos y suman varios números en mi cabeza. Lo hago con cuidado y llegar a una suma determinada. Presumiblemente, mi creencia acerca de esta suma se justifica y justifica a priori. Sin embargo, si decido comprobar mi Además con una calculadora y llegar a una suma diferente, estoy muy probable que revisar mi creencia acerca de la suma original y asumir que cometió un error de mi cálculo inicial. Parece claro que mi creencia revisado estaría justificada, y que esta sería la justificación a posteriori, ya que es por la experiencia que estoy familiarizado con lo que dice la calculadora y con el hecho de que se trata de un instrumento fiable. Esto es al parecer un caso en el que a priori la justificación se corrige, y, de hecho, derrotado, por la experiencia.

Es importante, sin embargo, para no exagerar la dependencia de los a priori la justificación de la experiencia en casos como este, desde la inicial, positivo justificación de que se trate es totalmente a priori. Mi creencia original en la suma, por ejemplo, se basa en su totalidad en mis cálculos mentales. Que “depende” en la experiencia única en el sentido de que era posible que la experiencia de socavar o derrotarlo. Esta relación de dependencia entre la negativa a priori la justificación y la experiencia arroja pocas dudas en la opinión de que a priori la justificación es básicamente independiente de la experiencia.
Volver a Tabla de Contenidos

Caracterizaciones de los positivos a priori

A priori la justificación ha sido definido hasta el momento, negativamente, como justificación de que es independiente de la experiencia y, positivamente, como justificación de que depende de puro pensamiento o la razón. Es más lo que se dice, sin embargo, por la caracterización positiva, porque tanto en su forma actual sigue siendo menos epistemically esclarecedor de lo que puede y porque no es el único positivo caracterización disponibles.

¿Cómo, entonces, puede la razón o la reflexión racional por sí sola llevar a una persona a pensar que una proposición es verdadera? Tradicionalmente, la respuesta más común a esta pregunta se ha de apelar a la noción de conocimiento racional. Varios filósofos históricos (por ejemplo, Descartes 1641; Kant 1781), así como algunos filósofos contemporáneos (por ejemplo, BonJour 1998) han afirmado que, a priori, la justificación debe ser entendido como la participación de una especie racional de “ver” o agarrar de la verdad o la necesidad de La tesis de que se trate. Consideremos, por ejemplo, la afirmación de que si es más alto que Ted Sandy Sandy y es más alto que Louise, entonces Ted es más alto que Louise. Una vez que considerar el significado de los términos pertinentes, me parece capaz de ver, de una forma directa y de manera puramente racional, que si el conjunto antecedente de este condicional es verdadera, entonces la conclusión debe ser también verdadero. De acuerdo con la concepción tradicional de la justificación a priori, mi aparente idea de la necesidad de esta reclamación que justifica mi fe en ella. Su aparente para mí en este claro, de inmediato, y de manera puramente racional que la reclamación debe ser verdad me brinda una razón de peso para pensar que es verdad. Por lo tanto, la siguiente más positivo de la cuenta a priori la justificación de los anticipos: uno es a priori justificado en creer una cierta reivindicación racional si se tiene conocimiento de la verdad o la necesidad de esa reivindicación.

Si bien fenomenológicamente plausible y epistemically más esclarecedor que las anteriores caracterizaciones, de esta cuenta, a priori, no es justificación sin dificultades. Al parecer, por ejemplo, a exigir que los objetos de conocimiento racional ser eterna, resumen, Platonistic entidades existentes en todos los mundos posibles. Si este es el caso, sin embargo, se hace muy difícil saber cuál es la relación entre estas entidades y nuestras mentes podría equivaler a los casos de auténtico conocimiento racional (presumiblemente no sería causal), y si nuestras mentes podría razonablemente ser pensado a ponerse de pie De tal relación (Benacerraf 1973). Como resultado de esta y otras cuestiones conexas, muchos filósofos contemporáneos han negado que exista alguna justificación a priori, o han tratado de ofrecer una cuenta de la justificación que, a priori, no apelar a una idea racional.

Las cuentas de este último tipo se presentan en diversas variedades. Una variedad conserva la tradicional concepción de la justificación a priori que exige la posesión de razones epistémicas llegó a sobre la base de puro pensamiento o razón, pero luego afirma que esa justificación se limita a trivial o proposiciones analíticas y, por tanto, no requiere un llamamiento a una idea racional (Ayer 1946). A priori la justificación entendido de esta manera se piensa para evitar un llamamiento a una idea racional. Los motivos de esta reclamación son una explicación que se puede ofrecer de la forma en que una persona puede “ver” en un punto de vista puramente racional que, por ejemplo, el predicado de un determinado concepto proposición figura en el concepto de materia, sin atribuir a la persona de que algo como La capacidad de captar el necesario carácter de la realidad. A priori la justificación es lo que supuestamente representaban el metaphysically en una forma inocua.

Pero las opiniones de este tipo se suelen enfrentar por lo menos uno de los dos serias objeciones (BonJour 1998). En primer lugar, son difíciles de conciliar con lo que son intuitivamente toda la gama de reclamaciones a priori. Si bien muchas de las reclamaciones a priori son analíticos, algunos parecen no ser, por ejemplo, el principio de transitividad, el rojo-verde incompatibilidad caso discutido anteriormente, así como varios otros lógico, matemático, filosófico, moral y tal vez incluso reclamaciones. Es posible, por supuesto, de interpretar el concepto de análisis de la forma tan amplia que aparentemente sí a esas reclamaciones, y algunas cuentas de justificación a priori lo han hecho precisamente esto. Pero esto lleva de inmediato a una segunda objeción e igualmente preocupante, a saber, que si las reclamaciones en cuestión han de ser consideradas como analítico, es dudoso que la verdad de todas las reclamaciones de análisis puede ser comprendido en la ausencia de cualquier cosa, como una idea o intuición racional . Al ver la verdad de la reclamación de que siete más cinco es igual a doce, por ejemplo, no equivale a captar las definiciones de los términos pertinentes, ni ver a un concepto que contiene otra. Más bien, parece implicar algo más sustancial y positivo, algo así como una interfaz intuitiva de captar el hecho de que si se añade siete a cinco, la suma resultante debe ser - no puede dejar de ser - doce. Pero este supuesto suena precisamente como lo dice el punto de vista tradicional se ha involucrado en la aparición de una idea racional.

Una segunda alternativa a la concepción tradicional de la justificación a priori surge de una cuenta general de la justificación epistémica que desplaza la atención fuera de la posesión de razones epistémicas y en conceptos como la responsabilidad epistémica o razonabilidad. Aunque, presumiblemente, estrechamente relacionados con la posesión de razones epistémicas, la última conceptos - por razones que se mencionan a continuación - no debe ser equiparado con él. En las cuentas de este tipo, uno está justificado en creer epistemically una reclamación en caso de hacerlo es epistemically razonable o responsable (por ejemplo, no está en violación de cualquiera de sus funciones epistémica).

Este modelo epistémico de la justificación de por sí abre la puerta a una alternativa en cuenta a priori la justificación. Se dice a veces que la creencia en muchos de los principios o proposiciones que son típicamente piensa que a priori (por ejemplo, la ley de noncontradiction) es en parte constitutiva del discurso y el pensamiento racional. Esta demanda se realiza sobre la base de que sin esa creencia, el pensamiento racional y el discurso sería imposible. Si este argumento es convincente, a continuación, al margen de si lo que hacemos o incluso podría haber alguna epistémica razones en apoyo de las reclamaciones en cuestión, parece que no estamos violando los derechos de cualquier epistémica, ni comportarse en un modo poco razonable epistemically, por creer ellos . Una vez más, la posesión de este tipo de creencias se piensa que es indispensable para cualquier tipo de pensamiento o el discurso racional. Este rendimientos de una cuenta a priori la justificación según la cual una determinada solicitud está justificada en caso de la creencia en que es racionalmente indispensable en el sentido (véase, por ejemplo, Boghossian 2000; el fin de este tipo es también gestos a Wittgenstein en 1969).

Si bien opiniones como esta gestión para evitar un recurso a la noción de conocimiento racional, que contienen por lo menos dos problemas graves. En primer lugar, que parecen incapaces de dar cuenta de toda la gama de reclamaciones normalmente considerado como a priori. Hay sin duda una serie de a priori matemática y filosófica reclamaciones, por ejemplo, de manera que la creencia en ellas (o en cualquiera de las reivindicaciones más generales que podrían ejemplifican) no es una condición necesaria para el pensamiento o el discurso racional. En segundo lugar, estas cuentas de justificación a priori parecen susceptibles a una grave forma de escepticismo, porque no hay conexión evidente entre la creencia de que son necesarias para la actividad racional y de su verdadero ser, o que puedan ser verdad. En consecuencia, parece posible en ese punto de vista de que una persona podría ser, a priori, justificada en el pensamiento de que la creencia de que se trate es cierto y, sin embargo, no tienen ninguna razón para apoyarlo. De hecho, dado el carácter fundacional epistemically de las creencias de que se trate, puede ser imposible (una vez que una apelación a una idea, a priori, está descartado) para que una persona tiene (noncircular) razones para pensar que alguna de estas creencias son verdaderas. Opiniones de este tipo, por lo tanto, parece tener profundas implicaciones escéptico.

Una tercera alternativa concepción de la justificación a priori desplaza la atención hacia otro aspecto de la cognición. Según externalist epistémica justificación de cuentas, uno puede estar justificada en la creencia de una determinada reclamación sin tener acceso a la cognitiva, o de la conciencia, los factores de suelo que esta justificación. Estos factores pueden ser “externos” a la subjetiva o perspectiva en primera persona. (Externalist justificación de las cuentas, evidentemente, un enorme contraste con la justificación de cuentas que exigen la posesión de razones epistémicas, ya que la posesión de esas razones es una cuestión de tener acceso cognitivo a justificar los motivos.) La forma más popular de externalism es reliabilism. En términos generales, reliabilists celebrar que la justificación epistémica o para un determinado orden de las creencias depende de cómo o por qué medios, esta creencia se formó. Más concretamente, se preguntan si se formó por medio de una verdad o confiable-propicio proceso o facultad. Así, según las cuentas de reliabilist justificación a priori, una persona es, a priori, justificada en la creencia de una determinada reclamación si esta creencia se formó por un fiable, nonempirical o nonexperiential proceso de formación de creencias o facultad.

Reliabilist cuentas de cara a priori la justificación, al menos, dos de las dificultades antes mencionadas en relación con las cuentas de otros no tradicionales a priori la justificación. En primer lugar, parece que permitir que una persona podría ser, a priori, justificada en la creencia de una determinada reclamación sin tener ningún motivo para pensar que la reclamación es cierto. Una persona puede formar la convicción de tener una forma fiable y nonempirical y, sin embargo, no tienen razón epistémica para apoyarlo. Cuentas de este tipo, por lo tanto, son también susceptibles de padecer una forma grave de escepticismo. Un segundo problema es que, contrariamente a las afirmaciones de algunos reliabilists (por ejemplo, Bealer 1999), es difícil ver cómo este tipo de cuentas puede evitar que apela a algo parecido a la noción de conocimiento racional. Hay por lo menos dos niveles en los que esto es así. En primer lugar, la reliabilist debe proporcionar una caracterización más específica de los procesos cognitivos o de las facultades que generan a priori la justificación. No basta afirmar que estos procesos son o facultades nonempirical o nonexperiential. Esto a su vez exigirá una descripción más detallada de la fenomenología asociada a la operación de estos procesos o facultades. Pero, ¿qué sería una descripción más detallada de este aspecto de la fenomenología si no, de alguna manera, se refieren a las cuentas de lo tradicional a priori la justificación caracterizar como conocimiento racional? Después de todo, fiable nonempirical métodos de formación de creencias difieren de las que no son fiables, como la adivinación o la pura paranoia, precisamente porque se trata de una razonable apariencia de la verdad o la necesidad lógica. Y es justo este tipo de apariencia intuitiva de que se dice que es característica de la visión racional. Por ello, parece que en la elaboración de algunos de los detalles de su cuenta, la reliabilist se verán obligados a hacer valer, al menos, la aparición de una idea racional. En segundo lugar, el reliabilist está obligado a arrojar alguna luz sobre por qué el tipo de nonempirical proceso cognitivo o facultad en cuestión es confiable. Pero aquí de nuevo es difícil saber la manera de evitar un recurso a una idea racional. ¿De qué otra manera podría nonempirical un determinado proceso cognitivo o facultad fiable conducir a la formación de creencias verdaderas, si no en virtud de su participación de un tipo de acceso racional a la verdad o la necesidad de estas creencias? No está nada claro a qué otra cosa podría plausiblemente reliabilist la apelación, a fin de explicar la fiabilidad de las pertinentes tipo de proceso o facultad.

Parece, entonces, que la forma más viable de las cuentas reliabilist justificación a priori, como el tradicional de las cuentas, hacer uso de la noción de conocimiento racional. Algunos reliabilist opiniones (1993) hacer esta precisión al afirmar, por ejemplo, que uno es, a priori, justificada en la creencia de una determinada reclamación si esta creencia fue producido por la facultad de la razón, la operación racional de las cuales supone una idea de la verdad O la necesidad de la reclamación en cuestión. La verosimilitud de una reliabilist cuenta de este tipo, frente a un tradicional cuenta, en última instancia depende, por supuesto, sobre la verosimilitud de la externalist compromiso que impulsa.

En días 18 y 19 del siglo filosofía escocesa sentido común, el término “competencias activa” se refiere a la capacidad de impulso y el deseo que llevan a determinar o de la acción humana. Es distinguido intelectual de los poderes que implican la capacidad de razonamiento, a juzgar y concebir.

La distinción se deriva de Aristóteles del análisis de las capacidades o facultades de los seres vivos en la nutrición, el apetito, la percepción, el movimiento, y de la razón. De estos, la razón se considera propio de los seres humanos. Sin embargo, en los seres humanos, el apetito (incluyendo el deseo, impulso sensual, y) alimenta de la razón en el sentido de ser capaz de obedecer. Para Aristóteles, la distinción entre las virtudes morales e intelectuales se basa en la distinción entre apetito y funciones puramente racional de los seres humanos. Aristóteles quintuplicado distinción de poderes fue adoptada por Aquino, pero se discutió en detalle sólo el apetito intelectual y el poder - incluyendo la última voluntad y testamento.

Thomas Reid dio a la moneda de esta doble división a fines del siglo 18, especialmente en sus dos libros de ensayos sobre el intelectual Potencias del Hombre (1785) y Ensayos sobre la activa Potencias del Hombre (1788). Bajo el título de “activo poderes” Reid distingue además la voluntad de los principios de acción, la última de las cuales incluyen (1) principios de la mecánica instinto y el hábito, (2) los animales principios como el apetito y el deseo, (3) y racional principios Como el deber y la rectitud.

Jane Addams fue un prolífico escritor y activista en la American Pragmatist tradición que se convirtió en un líder reconocido nacionalmente de Progressivism en los Estados Unidos, así como un defensor de renombre internacional de paz. Addams es principalmente aclamado por la fundación social de arreglo de Chicago, Hull-House, que surgió como el buque insignia de la liquidación Movimiento. Hull-House Addams siempre con un apoyo intelectual de la comunidad y una base para la comprensión de la vida urbana en medio de la rápida afluencia de inmigrantes. Junto con otros residentes de Hull-House, Addams emprendió una serie de locales, estatales, nacionales y, en definitiva, activista internacional de proyectos, incluyendo la recolección de basura, educación de adultos, el trabajo de menores de reforma, el apoyo sindical, el sufragio femenino y la promoción de la paz, entre otros. Sus logros personales son asombrosas y se relató en una serie de biografías contemporáneas. Addams ayudó a fundar la Asociación Nacional para el Progreso de la Gente de Color, la Unión Americana de Libertades Civiles y de la Liga Internacional de Mujeres Pro Paz y Libertad. En 1931, fue galardonado con el Premio Nobel de la Paz.

Addams’ logros como un reformador social representan un prodigioso legado, pero también dejó una importante herencia intelectual. Ella escribió una docena de libros y más de 500 artículos originales de la filosofía social, reconocido por sus contemporáneos incluidos John Dewey, William James y George Herbert Mead. El principio organizador de su filosofía social es progreso. Con este fin, Addams entiende la democracia como una forma de vida socialmente comprometidos, y como un marco de la moral social. En consecuencia, el auténtico progreso social debe ser democrático o lo que ella denomina “lateral progreso”, un progreso incluyente, no sólo en sentido estricto se aplica a los privilegiados. Addams argumentó que el fomento de relaciones de la moral necesaria para una democracia robusta requiere miembros de la comunidad a participar en “simpático conocimiento”, un enfoque de aprendizaje de unos a otros con el fin de preocuparse y actuar en nombre de unos a otros. Addams’ escritos hincapié en la experiencia directa, el pluralismo y la falibilidad en el compromiso con las cuestiones sociales concretas. Aunque las obras de filósofos como masculino Dewey, Peirce, James y Mead dominan clásico de la literatura de América pragmatismo, los escritos de Jane Addams constituyen una provocación y pragmático voz feminista.

Biografía

Laura Jane Addams nació el 6 de septiembre de 1860 en Cedarville, Illinois, diez meses después de la publicación de Darwin, de El Origen de las Especies, dos meses antes de la elección de Abraham Lincoln a la presidencia de los Estados Unidos y siete meses antes de La secesión del Sur de la Unión. Addams relata sus primeras etapas de la vida de los últimos veinte años en Hull-House, la única de sus obras a permanecer continuamente en la prensa desde que se publicó por primera vez en 1910. Como un niño que se llamaba “Jennie”, pero su infancia tuvo un comienzo turbulento. Cuando Jennie fue de dos, su madre, Sarah, mientras que murió dando a luz a su noveno hijo. Como resultado de ello, Addams formó un importante vínculo con su padre, John, que fue un éxito y propietario molino político. John Addams correspondía con Lincoln, y Jane Addams asociados a su padre y Lincoln iconos como moral y personal inspiración a lo largo de su vida. La relación entre Juan y su hija es importante porque Jane se otorga a la atención de la educación de adultos y el mundo, una oportunidad que no experimentados por muchas mujeres jóvenes de esta época. John Addams nupcias, pero siempre hay un vínculo especial entre él y Jane.

John Addams envió a su hija a la universidad en el Seminario Femenino Rockford (más tarde Rockford College). Aunque Addams siempre fue un buen estudiante, que floreció en la universidad y se convirtió en un líder reconocido ampliamente campus. Addams aprendido un valioso femeninos de la comunidad podría ser dado a la mujer la exclusión de la mayoría de las actividades en la esfera pública. Posteriormente, la mujer replica centrado en la atmósfera de Hull House. Addams Cuando se graduó de la universidad en 1881, tiene la intención de seguir una carrera médica, pero después de un corto púas en el curso de posgrado, se decidió que la medicina no estaba en su futuro. La muerte de su padre en ese mismo año puesto su vida en los disturbios. Habiendo perdido la dirección en su vida, ella cayó en una década de duración, la fase de búsqueda de alma, junto con esporádicos problemas de salud. Durante este período se realizó varios viajes a Europa. En su segundo viaje, se encontró con el pionero de asentamiento social, Toynbee Hall en Londres. Toynbee Hall siempre a los hombres jóvenes la oportunidad de trabajar para mejorar la vida de los londinenses empobrecidos. Poco después de este encuentro Addams elaborado un plan para iniciar una solución social en los Estados Unidos.

Addams recurrió a la ayuda de su amiga Ellen Gates Starr en su noble sistema. Starr había asistido brevemente Rockford College con Addams, por lo que comparten una comprensión de la potenciación de la comunidad que una mujer podría ofrecer a sus residentes. Addams Starr y abrir la Hull House de asentamiento en 1889 en el corazón de un barrio correr hacia abajo en el lado oeste de Chicago. Ellos comenzaron con algunos planes, pocos recursos y pocos habitantes pero con el deseo de ser buenos vecinos a la comunidad. Trabajo con la red de las organizaciones de mujeres en Chicago, el número de proyectos de Hull-House creció rápidamente, al igual que su reputación. Mujer, y en menor medida a los hombres, vinieron de todo el país para vivir y trabajar como parte de este experimento progresiva en la vida comunal combina con el activismo social. Bajo Addams’ liderazgo, Hull-House abrió un baño público, llevó a cabo una campaña para que la basura recolectada, se inició un jardín de infancia, el primer parque infantil desarrollado en Chicago y respondió a una variedad de necesidades de la comunidad. Al principio, Addams había alquilado todo el segundo piso y la primera planta, salón de la Casa de Hull-, pero en su momento la construcción de la solución compleja creció para dar cabida a una manzana completa. Addams enfrentan un desafío permanente para explicar la labor de Hull House se había comprometido. A menudo la gente se siente obligada a dar solución proyectos de la conocida etiqueta de la caridad trabajo, pero Addams rechazado esta reclamación. Como explica en su artículo 1893, “El Objetivo de Valor Social de la solución,” Addams Hull-House vistos como los residentes que participan en el conocimiento mutuo de trabajo: la recogida, análisis y difusión de información combinado con la acción inteligente.

Addams fue un activista y organizador eficaz, pero fue también muy en sintonía con la teoría social. Como un niño que ha leído ampliamente, en gran medida influenciada por su padre, que albergó la biblioteca de la ciudad en su hogar. En Rockford, fue expuesto a la antigua filosofía griega, así como las teorías sociales de los románticos, John Ruskin y Thomas Carlyle. En Hull-House, Addams atrajo la atención de John Dewey, William James y George Herbert Mead, cada uno de los cuales visitó y entabló conversaciones Addams en vivo que resultó ser influyen mutuamente. Dado este fundamento intelectual, utiliza su Addams Hull-House experiencia como trampolín para el desarrollo de la filosofía en el público americano Pragmatist Tradición. En 1899, diez años después de fundación de Hull House, publicado Addams, “La Función Social de la Solución” en la que ella coloca su progresiva actividades en términos epistemológicos. Addams considerarse cuestiones de conocimiento como el más profundo desafío contemporáneo. Social asentamientos eran un esfuerzo activo para aprender acerca de todas las clases entre sí y por lo tanto cultural divide a la construcción de un conocimiento colectivo acerca de los individuos que integran esta sociedad diversa. De esta manera, Hull-House sirvió de multi-direccional conducto de información acerca de la vida humana: Addams y sus cohortes ayudado a los inmigrantes a aprender cómo navegar la compleja cultura americana mientras Addams y thematized comunicado su experiencia con los inmigrantes para ayudar a los blancos, superiores y medios América clase entender lo que significa ser pobres y desplazadas. Además, este Addams visto la creación de conocimientos como de reciprocidad: la sociedad se benefició de los conocimientos que los inmigrantes y los inmigrantes ante beneficiado de aprendizaje acerca de sus nuevos vecinos. Addams fue singular en el reconocimiento de que los inmigrantes podrían contribuir a la cultura americana.

Addams autor o coautor de una docena de libros y más de 500 artículos después de la fundación de Hull-House. Los artículos aparecieron en las dos revistas académicas y populares, el establecimiento de Addams como un filósofo público y dirigente social. Addams fue también un gran orador en la demanda-y viajó nacional e internacional para hacer presentaciones que apoya su progresiva valores. Addams fue una de las pocas mujeres de la época a transgredir la esfera privada con éxito influir en la esfera pública. Encuestas indican que Addams se convirtió en uno de los más reconocidos y admirados cifras en los Estados Unidos. Ella fue un influyente catalizador para el cambio, la concesión de préstamos a su nombre y la organización de competencias a una variedad de causas. Addams trabajado con W.E.B. DuBois en apoyo de una serie de African-American esfuerzos incluida la redacción de artículos para su publicación La crisis y ayudar a fundar la Asociación Nacional para el Progreso de la Gente de Color. Ella ayudó a empezar la Unión Americana de Libertades Civiles y organizó la Liga Internacional de Mujeres Pro Paz y Libertad. Sus incansables esfuerzos en pro de la paz llevó a Addams recibir el premio Nobel de la Paz 1931. Addams murió de cáncer el 21 de mayo de 1935. El monumento público en Hull-House llenaron las calles con dolientes loas y se publicaron en los periódicos nacional e internacional.

Filosofía Social

Hay una serie de razones por las Addams general no se reconoce como un filósofo hasta fines del siglo XX, que incluyen su género y su asociación con el trabajo social. Otro factor en esta falta de reconocimiento es que no fue un filósofo sistemático, ya sea estilísticamente o metodológicamente. Addams’ escritura no es el estilo típico de la tradición filosófica en el sentido de que carece de un carácter sostenido resumen. Por ejemplo, en la Democracia y Ética Social, posiblemente el más filosófico de Addams’ libros, capítulos de la dirección de la caridad los trabajadores, las relaciones familiares, los trabajadores domésticos, industriales las condiciones de trabajo, métodos de enseñanza y las reformas políticas. Para el filósofo entrenado, estos temas parecen muy alejadas de las consideraciones más familiar de la epistemología, la metafísica y la ética. Sin embargo, un examen detenido de su trabajo revela que los Addams comienza con fenómenos sociales y señala a la inferencia teórica de estas experiencias. En la Democracia y Ética Social, Addams ofrece intrigante, incluso radical, la visión de la naturaleza de la ética y la epistemología. Para leer Addams como un filósofo requiere dejando a un lado las hipótesis acerca de resumen a partir de posiciones teóricas. Como un pragmático, Addams es estrictamente interesados en la filosofía social. Todo lo que escribe pretende James se refieren como el “valor en efectivo” de una idea para el crecimiento y la mejora social. Cuatro pilares interrelacionados de la filosofía social son los conceptos de conocimiento simpático, lateral progreso, el pluralismo y la fallibilism.

Simpática Conocimiento

A partir de su primer libro, la Democracia y Ética Social y corriendo a través de todas sus obras de abordar las cuestiones sociales es la noción de conocimiento simpático. Fundamentalmente, el conocimiento es simpática la idea de que los seres humanos pueden aprender sobre los demás en términos que ir más allá del conocimiento proposicional, que es el aprendizaje en lugar de limitarse a los hechos, el conocimiento se adquiere a través de la apertura al conocimiento perturbador. El conocimiento puede causar perturbaciones en el sentido de que la nueva información puede transformar la percepción de la experiencia y la comprensión. Esta idea motivó Addams y los residentes de Hull-House para llevar a cabo el primer estudio urbano de la demografía racial, que se publicó como Hull-House Maps y en los documentos de 1895. Addams integrado epistemológica investigación con análisis ético de tal manera que es responsabilidad de los miembros de una sociedad con un otro mejor a los efectos de la atención y actuar en nombre de unos a otros. El conocimiento es simpática Addams’ razón de ser de los asentamientos sociales. Al proporcionar un lugar físico donde las personas de diferentes culturas pueden reunirse, conocimiento social se construye la reducción de la captación de otros distantes transformándolas en concreto, conocidos otros. En consecuencia, sugiere que el Addams muchas actividades sociales patrocinado por Hull-House-clubes, bailes, actuaciones, atletismo-no eran asuntos frívolos, sino un medio para romper las barreras entre las personas, lo que promoverá el conocimiento simpático. De los últimos veinte años en Hull House-y más tarde en La Segunda Veinte años en Hull-House, Addams afirma que estas actividades sociales realizó una función educativa y social que los asentamientos son, de hecho, a fondo los proyectos educativos. Al igual que Dewey, Addams valora la educación como la base de una saludable sociedad democrática. Al igual que Mead, Addams visto “jugar” como un aspecto esencial de la educación debido a su capacidad de disparar la imaginación. Addams toma este concepto tan lejos como para afirmar que jugar es importante para una democracia vibrante, ya que crea la posibilidad de empatía imaginación. Cuando uno juega, uno tiene sobre las funciones de los demás y a través de ficticios inhabitation de estas posiciones comienza a sentir empatía con el sufrimiento de los demás. De esta manera, la educación también contribuye al conocimiento simpático. Del mismo modo, la literatura y el teatro pueden mejorar el conocimiento como una simpática empathizes con personajes ficticios. En consecuencia, Hull-House comunitarios patrocinados por el teatro, así como la lectura de novelas.

La base de conocimiento es la experiencia simpática que se extrapolaron imaginativamente. Cuando Addams direcciones de la prostitución en una nueva conciencia y un Ancient Evil, que emplea a anécdotas de la Hull House de la comunidad para permitir a su público a entender las luchas de las mujeres jóvenes en las grandes ciudades. De esta manera, ella no es ni estrictamente deontológico, ni teleológica, en su criterio moral. En lugar de tratar los principios de la sexualidad, por ejemplo, o las consecuencias de la prostitución en la sociedad, aunque ambas consideraciones son importantes, Addams empieza por tratar de aumentar los conocimientos acerca de las mujeres marginadas. Inherentes a este enfoque de la ontología humana es una creencia en la bondad fundamental de las personas y de la relacionalidad. Addams cree que si su público entiende lo que está sucediendo en la vida de los demás, incluso si los otros están marginados, entonces podemos comenzar a la atención y, posiblemente, adoptar medidas positivas en su favor. Addams’ simpático método de conocimiento se extiende a aquellos con quienes no está de acuerdo. Por ejemplo, en la Democracia y Ética Social, Addams describe su política no batallas con pabellón regidor local, Johnny Potencias (Addams, que no nombre en la prensa). Hull-House patrocinado una serie de intentos fallidos para derrocar Potencias. En lugar de las Potencias excoriate por su trastienda y ofertas de soborno, Addams establecidos para entender lo que hizo este concejal popular. A través de este método de investigación, Addams, aunque no alterar su denuncia de las Potencias’ amiguismo, comenzaron a entender cómo la gente de la sala aprecia un regidor que fue visible y conectada a su vida cotidiana. Por Addams, simpático conocimiento, a pesar de sus implicaciones emotivas, fue un intento racional de entender a los demás. En consecuencia, el antagonismo Addams abstuvieron. Ataques ad hominem sólo las barreras de defensa a fin de fomentar Addams empleados simpático conocimientos en lo que ella describió como una manera separada. Este planteamiento puede parecer contra intuitivo, pero es comprensible para una figura como Addams, que unía el carácter reservado de la era victoriana, y el compromiso moral de la era progresiva.

Lateral Progreso

Dada su condición de una de las principales figuras de la época progresista, no es de extrañar que Addams abogó por el progreso social, pero ella se distingue el tipo de progreso que propugna. La revolución industrial había visto muchas personas prosperan en el nombre del progreso económico y tecnológico. Además, Addams había crecido en el período posterior a la Guerra Civil era en la que el progreso social ha sido atribuido a la nueva derechos de los afroamericanos. Addams, sin embargo, consideran esos progresos a ser más abstracta que concreta. En el caso de progreso económico, se experimentó principalmente por una élite con algunos pocos beneficios “goteo” a la clase media. Desde su perspectiva en Hull-House, que fue testigo de la incapacidad de los inmigrantes a participar plenamente en la economía o el proceso político. Del mismo modo, se vio que aunque los afro-americanos aparentemente había derechos legales, que a menudo se les impidió actualizar esos derechos a través de una combinación de las leyes destinadas a eludir la igualdad y el racismo en las relaciones sociales. Habida cuenta de estas experiencias, Addams defendido lo que ella denomina “progreso lateral”, o la idea de que para un auténtico progreso que tendrá lugar, tendría que ser experimentado de manera generalizada en lugar de unos pocos privilegiados. Además, Addams’ lateral noción de progreso no fue forzada a ser jerárquicamente de las estructuras de autoridad. Addams plantearon la perspectiva de un progreso que se deriva de los procesos democráticos participativos.

Addams aplica el concepto de progreso lateral a una serie de cuestiones sociales. Cuando llegó el sufragio a la mujer, por ejemplo, Addams no basó sus argumentos a los principios de igualdad o de equidad. En lugar de ello, argumentó que tal medida representa lateral progreso, la inclusión de todos-incluidas las mujeres-conduciría a la mejora de la sociedad. Del mismo modo, su apoyo de los sindicatos fue moderado por la noción de progreso lateral. Addams no defensor de la negociación colectiva se limita a beneficio de los afortunados en ser los sindicatos, que los sindicatos consideran como lateral trabajando hacia el progreso mediante la mejora de los salarios, horas y condiciones de trabajo para todos los trabajadores.

A priori et a posteriori

A priori et a posteriori

Les expressions “ex ante” et “ex post facto” se rapportent principalement à faire ou sur quelle base une proposition pourrait être connu. Une idée que vous pouvez savoir à l’avance si vous pouvez apprendre quel que soit son expérience. Une proposition que l’on peut rétrospectivement faire savoir si vous pouvez en apprendre sur la base de l’expérience acquise. L’ante / ex post distinction épistémologique et ne doit pas être confondue avec la distinction entre la métaphysique et le contingent nécessaire ou sémantique ou de la distinction entre analyse et de synthèse logique. Deux des ex-ante / ex-post distinction appelant des éclaircissements: la conception de l’expérience que la distinction dans les virages ainsi que le sens dans lequel, la connaissance a priori est indépendante d’une telle expérience. Celle-ci donne lieu à d’importantes questions sur la base positive de la connaissance a priori.

Une première caractérisation

A priori et a posteriori »renvoient essentiellement à la forme, ni sur quelle base, une proposition pourrait être connu. Globalement, une proposition qui peut savoir à l’avance si vous pouvez apprendre quelle que soit leur expérience, tandis qu’une proposition puisse dire après qui est connaissable à la Base de l’expérience. La distinction entre a priori et a posteriori, donc, la connaissance en général, correspond à la distinction entre les connaissances empiriques et nonempirical.

L’ante / ex post distinction est parfois appliqué à des choses différentes formes de savoir, par exemple, les propositions et les arguments. Une proposition a priori est que vous pouvez savoir à l’avance et un argument est a priori l’une des prémisses qui sont a priori les propositions. En conséquence, la proposition d’un contrôle a posteriori est connaissable après, alors qu’un argument a posteriori est l’une des prémisses qui sont des propositions ensuite. (Un argument est généralement considéré comme a posteriori, si composée d’une combinaison d’a priori ou a posteriori des locaux.) Ante / ex post distinction a également été appliqué aux concepts. Un concept a priori, est celui qui peut être acheté indépendamment de l’expérience, ce qui peut - mais pas nécessairement - l’implication de son être inné, alors que l’acquisition d’un contrôle a posteriori concept requiert de l’expérience.

La composante de la connaissance qui, a priori ou a posteriori distinction est pertinente dans l’immédiat est la justification ou le justifient. (Ces termes sont utilisés comme synonymes ici, et se réfère aux principales composantes de la connaissance au-delà de la vraie croyance.) Dire qu’une personne sait une proposition spécifique, a priori, c’est votre justification de croire cette proposition est indépendante de l’expérience. Selon la vision traditionnelle de la justification, qui est justifié de se croire quelque chose est d’avoir une raison épistémique à l’appui, une raison de croire que c’est vrai. Par conséquent, ce qui justifie, a priori, croire en une telle proposition est d’avoir une raison de penser que la proposition n’est pas vrai que survient ou est dérivée de l’expérience. Au contraire, il est justifié a posteriori est d’avoir une raison de croire qu’une proposition particulière est vrai que soulève ou dérivés de l’expérience. (Voir la section 6 ci-dessous pour les deux comptes de l’évaluation ex ante / ex post distinction ne présupposent cette notion traditionnelle de la justification.) Exemples de justification a posteriori comprennent beaucoup de la perception ordinaire mémorial, introspective et croyances, ainsi que la croyance en un grand nombre de réclamations de Sciences naturelles. Ma conviction, c’est que la pluie aujourd’hui, j’ai réussi un examen de ce matin, que les humains ont tendance à n’aiment pas la douleur, que l’eau est H2O, et que les dinosaures existaient, sont autant d’exemples de justification ex post facto. J’ai de bonnes raisons à l’appui de chacune de ces réclamations et de ces raisons découlent de ma propre expérience ou de celle des autres. Ces croyances sont en contraste avec ce qui suit: tous les célibataires ne sont pas mariés, des cubes ont six faces, et si aujourd’hui, c’est mardi, aujourd’hui, ce n’est pas jeudi; rouge est une couleur, sept plus cinq égale à douze. J’ai de bonnes raisons de croire chacune de ces déclarations est vrai, mais les raisons ne semblent pas résulter de l’expérience. Au contraire, ils semblent en mesure de voir ou d’appréhender la vérité de ces affirmations que par une réflexion sur son contenu.

La description de la raison pour justifier a priori indépendante de l’expérience est, bien sûr, tout à fait négatifs, positifs ou rien de la véritable base de ce raisonnement est révélé. Mais les exemples de la justification a priori noté ci-dessus ne suggèrent une caractérisation plus positif, à savoir que, a priori, de justification découle de la pensée ou de la raison pure. Une fois le sens des termes pertinents que cela signifie, il est évident, en se fondant sur de pures pense que si nous sommes le mardi, aujourd’hui, ce n’est pas vendredi, ou lorsqu’il est ajouté sept à cinq le montant résultant devraient être douze. Par conséquent, nous pouvons affiner la caractérisation de la justification a priori de ce qui suit: on est a priori justifiée en estimant si une proposition spécifique sur la base de la pure pensée ou raison, on a une raison de penser que la proposition est vraie.

Ces considérations initiales de l’ante / ex post distinction suggère un certain nombre d’importantes pistes de recherche. Par exemple, quel genre d’expérience ne dépendent justification après? Dans quel sens est, a priori, indépendamment de la justification d’une telle expérience? Et il est plus éclairante epistemically compte du caractère positif de la justification a priori disponible: celle qui explique comment et dans quelles pure pensée ou raison épistémique pourrait générer des raisons? Mais avant d’aborder ces questions, ante / ex post distinction doit différencier deux distinctions avec laquelle est parfois confuse: analyse / synthèse, et il est nécessaire de quotas.

L’analyse / synthèse distinction

L’analyse / synthèse distinction a été explicité à bien des égards, et bien que certains ont considéré comme fondamentalement mauvaise (par exemple, Quine 1961), est encore employé par un certain nombre de philosophes aujourd’hui. Une méthode de marquage de la distinction, qui a ses origines dans Kant (1781), devient l’idée conceptuelle d’endiguement. Dans ce compte, est une proposition si le prédicat concept analytique de la proposition est contenue dans la notion de matière. L’affirmation que tous les célibataires sont célibataires, par exemple, c’est parce que le concept analytique de l’être unique est inclus dans le concept d’un titre. En revanche, les propositions de synthèse, le prédicat concept “amplifié” ou se joint à la notion de sujet. La demande, par exemple, que le soleil est d’environ 93 millions de milles de la terre est de synthèse parce que le concept de ce qui est à quelque distance de la terre va au-delà ou en ajoute à la notion du soleil. Une autre façon de faire la différence, c’est qu’une proposition est vraie si votre analyse dépend entièrement de la définition de ses termes (c’est-à-dire, il est vrai, par définition), alors que la vérité d’une proposition ne dépend pas de la simple synthèse de convention linguistique, Mais dans la manière dont le monde est en réalité à certains égards. L’affirmation selon laquelle tous les célibataires ne sont pas mariés est vrai, tout simplement parce que la définition du terme “unique”, alors que la vérité au sujet de la réclamation de la distance entre la Terre et le soleil ne dépend pas seulement de la signification du mot «Sun», mais d’après ce que Cette distance est une réalité.

Certains philosophes ont assimilée à la synthèse analytique, a priori, avec la suite. Il ne fait aucun doute une relation étroite entre les concepts. Par exemple, si la vérité d’une proposition, par exemple, est une question qui relève strictement de la définition de ses termes, la connaissance de cette proposition n’est pas de nature à exiger l’expérience (réflexion rationnelle seul suffirait probablement). En outre, si la vérité d’une proposition dépend de la façon dont le monde est en fait, à certains égards, les connaissances d’alors semblent nécessiter des recherches empiriques.

En dépit de cette étroite relation, les deux distinctions ne sont pas identiques. Premièrement, a priori ou a posteriori distinction épistémologique: il porte sur la forme, ni sur quelle base, une proposition pourrait être légitimement on sait ou croit. L’analyse / synthèse de distinction, il est cependant logique ou sémantique: fait référence à ce qui fait une vraie proposition particulière, intentionnellement ou d’obtenir certaines relations entre les concepts qui constituent une proposition.

Il est ouvert à la question, d’ailleurs, même si l’ante d’accord avec l’analyse ou le contrôle puis avec le synthétique. Premièrement, de nombreux philosophes ont pensé qu’il existe (ou du moins peut être) le cas des synthétiques a priori justification. Prenons, par exemple, l’affirmation que, si quelque chose est rouge partout, alors il n’est pas tout vert. La croyance en cette affirmation est apparemment justifié indépendamment de l’expérience. Il suffit de penser ce qu’elle est pour quelque chose à tous les rouges, il est immédiatement évident que l’objet de cette qualité ne peut pas en même temps, elles ont la qualité d’être vert à tous. Mais il semble également clair que la proposition en question n’est pas analytique. Etre vert n’est pas tous partie de la définition de l’ensemble étant rouge, et cela n’est pas inclus dans le concept d’être tout à la fois rouge. Si des exemples comme celui-ci doivent être prises à la légère, c’est une erreur de penser que si une proposition est, a priori, il doit également être analytique.

Deuxièmement, la croyance en certaines revendications analyse est parfois justifié par le biais de témoignages et, par conséquent, est a posteriori. Il est possible (bien que atypique) pour une personne de croire qu’un cube a six faces, parce que cette croyance a été louée par quelqu’un qui sait qu’il est un agent cognitif très fiable. Cette croyance serait rétrospectivement, comme il est supposé que l’expérience que la personne qui a reçu le témoignage de l’agent et il sait que, pour être fiables. Il est également faux de penser que si une proposition est rétrospectivement, il doit être synthétique.

Troisièmement, il n’existe pas de principe de raison de croire que toute proposition devrait être connu. Certains d’analyse et de synthèse des propositions peuvent être simplement inconnaissable, du moins pour les agents cognitifs comme nous. Nous pouvons, par exemple, ou tout simplement être conceptuel, ne peuvent pas saisir le sens de, ou les motifs à l’appui de certaines propositions. Si c’est le cas, si une proposition implique qu’il n’est pas analytique, a priori, ou d’un projet de synthèse qui implique que par la suite.

Cela soulève la question du sens dans lequel une réclamation doit savoir si elle est admissible à titre a priori ou a posteriori. Qui devrait être telle réclamation peut savoir? Tout rationnel? Rationnelle de l’ensemble ou la plupart des êtres humains? Seul Dieu? Vous ne pouvez pas avoir pleinement nonarbitrary manière à donner une réponse très précise à cette question. Il semble qu’une erreur de la définition de “connaissable”, de façon générale, une proposition qui pourrait qualifier la fois comme a priori ou a posteriori, si nous pouvons connaître que par un très petit groupe d’êtres humains, ou peut-être seulement par un être divin ou de la non - De l’homme. Pourtant, la définition la plus étroite du «savoir», plus il est probable que certaines propositions qui sont en cours d’inconnaissable. “Conjecture de Goldbach” - l’affirmation que chaque couple entier supérieur à deux est la somme de deux nombres premiers, - il est parfois cité comme un exemple d’une proposition qui pourrait être inconnaissable par tout être humain (Kripke 1972).
Retour à la table des matières

La nécessité de quotas distinction

Une proposition exige une valeur de vérité, ce qui est constant dans tous les mondes possibles. Par conséquent, une proposition est nécessairement vrai que ce qui se passe dans chaque monde possible, et nécessairement fausse proposition est que tout est faux dans le monde. Au contraire, la vérité contingent propositions de valeur n’est pas fixe, à tous les mondes possibles: à toute proposition de quotas, il est au moins possible dans un monde qui est vrai, et au moins un monde possible, ce qui est faux.

La nécessité de quotas distinction est étroitement liée à l’évaluation ex ante / ex post distinction. Il est raisonnable de penser, par exemple, que si une déclaration est nécessaire, elle ne devrait être connu a priori. L’expérience sensible ne peut nous renseigner sur le monde réel et, donc, sur ce qui est le cas, mais ne pouvais rien dire sur ce qui devrait ou ne devrait pas être le cas. Crédits troupes, en revanche, semble être connaissables seulement a posteriori, car elle ne voit pas clairement comment la pensée ou de la raison pure pourrait nous dire quelque chose sur le monde réel par rapport à d’autres mondes possibles.

Bien que liées, ces distinctions ne sont pas équivalentes. La nécessité de quotas distinction est métaphysique: modal réfère à l’état d’avancement des propositions. À ce titre, il est clairement différent de l’évaluation ex ante / ex post distinction, qui est épistémologique. Par conséquent, même si les deux étaient à coïncider distinctions, ne seraient pas identiques.

Mais il ya aussi des raisons de croire que ne pas coïncider. Certains philosophes ont fait valoir qu’il n’ya à priori vérités contingent (Kripke 1972; Kitcher 1980b). Un exemple de cette vérité est la proposition selon laquelle la norme de la barre de métro à Paris, est d’un mètre de long. Cette demande est connaissable a priori, que la barre en question définit la longueur d’un mètre. Pourtant, il semble également qu’il existe des mondes possibles dans lesquels cette réclamation serait faux (par exemple, les mondes dans lesquels la barre compteur est endommagé ou exposé à une chaleur extrême). Par comparaison, ont offert des arguments en défense de la thèse selon laquelle il existe des vérités nécessaires après. Prenez, par exemple, l’idée que l’eau est H2O (ibid.). Il est possible que cette affirmation est vraie à tous les mondes possibles, c’est à dire dans toute la mesure du possible monde, l’eau est la structure moléculaire H2O. Mais nous pensons également que cette proposition ne pouvait être connu par des moyens empiriques, et il est donc a posteriori. Les philosophes d’accord sur quoi faire avec de tels cas, mais si l’interprétation qui en est faite ci-dessus est correcte, une proposition qui est, a priori, aucune garantie que cela est nécessaire, ni une proposition qui assure que le quota est rétrospective.

Enfin, pour les raisons déjà évoquées, il n’ya pas de raison évidente de nier que certains contingents nécessaires et certaines créances, pourraient être inconnaissable en fonction de la direction. Si, effectivement, il ya de telles propositions, l’analyse ne correspond pas à la nécessité, ni la synthèse avec le contingent.
Retour à la table des matières

Le sens de “l’expérience”

Dans la section 1 ci-dessus, il a été observé que la justification ex post facto est dit à tirer de l’expérience et, a priori, la logique est indépendante de l’expérience. Afin de préciser davantage cette distinction, plus il ya à dire sur le sens de “l’expérience”.

Il existe un large acceptation de la caractérisation type spécifique de l’expérience en question. Les philosophes ont eu lieu plus à dire sur la façon dont ils n’ont pas à caractériser. Il ya un large accord, par exemple, que l’expérience ne devrait pas être assimilée à l’expérience sensorielle, car cela reviendrait à l’écart des sources de justification ex post facto des phénomènes tels que la mémoire et l’introspection. (Également exclus devait exister, à l’instar des phénomènes cognitifs la télépathie et la voyance.) Ces exclusions sont problématiques, car la plupart des cas, de mémoire et d’introspection semblent justifier les cas de paradigme sensorielle justification au-delà de ce cas qui semblent a priori paradigme de la justification. Ce serait une erreur, toutefois, de caractériser l’expérience de façon large pour inclure tout type de phénomène consciemment ou processus mental; paradigme même cas, a priori, la justification de la participation de l’expérience à cet égard. Cette proposition est inspirée par la notion de la connaissance rationnelle, de nombreux philosophes qui ont eu un rôle central dans leurs comptes, a priori, de justification. Ces philosophes décrit la justification a priori de la participation de son à une sorte de “voir” ou de la perception de la vérité ou de besoin, a priori, les revendications.

Cependant, il ya au moins une différence évidente entre, a priori ou a posteriori de justification qui pourraient être utilisés pour décrire la conception de l’expérience (voir, par exemple, BonJour 1998). Dans la plus claire justification a posteriori, les objets de la cognition sont caractéristiques du monde d’aujourd’hui, qui peuvent ou non être présents dans d’autres mondes possibles. En outre, la relation entre ces objets et les états cognitifs en question est vraisemblablement l’une des causes. Mais aucune de ces conditions semble être remplies dans le cas de la manière la plus claire justification ante. En pareil cas, les objets de la cognition semble (du moins à première vue), qui résume les entités existantes à tous les mondes possibles (par exemple, les propriétés et relations). En outre, il est malaisé de déterminer comment les relations entre ces objets et les états cognitifs en question peuvent être de causalité. Même si ces différences peuvent paraître à la veille d’une base adéquate pour la caractérisation de la notion d’expérience, cette caractérisation comme une question de principe, exclure la possibilité que des troupes et des propositions nécessaires a priori après. Mais, comme de nombreux philosophes ont estimé que ces propositions existent (ou au moins pourrait exister), une alternative ou révisé caractérisation reste souhaitable.

Tout ce que nous pouvons dire avec une grande confiance, alors, est d’une bonne définition de l ‘ “expérience” doit être suffisamment large pour inclure des choses comme l’introspection et de la mémoire, mais suffisamment proche putatif paradigme cas, a priori, en effet, la justification peut être dit en Indépendante de l’expérience.
Retour à la table des matières

La signification du terme «indépendant»

Il est également important d’examiner plus en détail la manière dont la justification a priori, on pense être indépendante de l’expérience. Une fois de plus, la norme caractérisations sont en général négatif. Il ya au moins deux façons dont la justification a priori ne le dit pas souvent d’être indépendant de l’expérience.

Le premier commence par l’observation que l’on peut être avant, a priori justifiée en croire une revendication, il faut comprendre que la revendication. La raison pour cela est que, pour beaucoup, a priori, la sinistralité est nécessaire de posséder les notions nécessaires pour les comprendre (Kant, 1781). Examiner une fois de plus l’affirmation que, si quelque chose est rouge partout, alors il n’est pas tout vert. Pour comprendre cette proposition, je dois prendre les concepts de rouge et de vert, ce qui exige à son tour avant d’avoir regarde mon expérience de ces couleurs.

On aurait tort, toutefois, d’en conclure que la justification de cette substance n’est pas indépendante de l’expérience. Ma vraie raison de croire que la demande n’est pas vrai ressort de l’expérience, mais plutôt de la pure pensée rationnelle ou de la réflexion, la pensée ou tout simplement sur les propriétés et les relations en question. En outre, la notion même de la justification épistémique suppose que la compréhension. En examinant si une personne a une raison épistémique à l’appui de l’un de leurs croyances, est simplement tenu pour acquis qu’elle comprend la proposition cree. Par conséquent, tout au plus, l’expérience est souvent une condition préalable à la justification a priori.

Deuxièmement, de nombreux philosophes contemporains à accepter a priori justification dépend de l’expérience dans le sens négatif que peut nuire à l’expérience de la défaite ou même une telle justification. Cette comptoirs des vues de nombreux philosophes historiques qui ont pris la position qui, a priori, la justification est infaillible. La plupart des philosophes contemporains nient cette infaillibilité, de l’infaillibilité, mais la justification a priori ne suffit pas que cette justification peut être compromise par l’expérience. Il est possible que, a priori, la justification est faillible, mais jamais, dans un cas particulier, nous avons des raisons de croire qu’il a été mis à mal par l’expérience. En outre, la faillibilité de la justification est a priori compatible avec la possibilité que d’autres cas seulement de la justification a priori peut saper ou à la défaite.

Toutefois, il ne semble pas que les cas dans lesquels la justification a priori pourrait être annulé ou compromis par l’expérience. Supposons, par exemple, je prépare ma déclaration de revenus et d’ajouter plusieurs numéros dans ma tête. Je le fais avec soin et de parvenir à un certain montant. Vraisemblablement, ma conviction sur ce montant est justifié et justifie a priori. Toutefois, si je décide de vérifier mon plus d’une calculatrice et d’atteindre un montant différent, je suis très probable de réviser mes convictions au sujet de l’original et d’en assumer somme qu’il a fait une erreur dans mon calcul initial. Il semble clair que ma conviction serait justifiée révisée, et que ce serait la justification a posteriori, car c’est par l’expérience que je suis familier avec ce que dit la calculatrice et le fait que c’est un instrument fiable. C’est apparemment le cas dans lequel, a priori, la justification est corrigé, et, en fait, vaincu par l’expérience.

Il est toutefois important de ne pas surestimer la dépendance à l’égard de la justification a priori de l’expérience dans des cas comme celui-ci, de la justification positive en question est absolument a priori. Ma conviction dans le montant initial, par exemple, repose entièrement sur mes calculs mentaux. Cela dépend de l’expérience unique dans le sens qu’il était possible que l’expérience de saper ou à la défaite. Cette relation de dépendance entre le refus à priori peu d’expérience de la justification et jette le doute sur l’idée que, a priori, la justification est essentiellement indépendants de l’expérience.
Retour à la table des matières

Caracterizaciones positifs ante

A priori, une justification a été défini jusqu’ici, négativement, comme une justification qui est indépendante de l’expérience et, de manière positive, comme une justification de ce qui dépend de la pensée ou de la raison pure. En outre ce qui est dit, cependant, quant à la caractérisation positif parce que, dans sa forme actuelle reste moins epistemically éclairant ce qui peut et parce qu’il n’est pas le seul point positif de caractérisation disponibles.

Comment, dès lors, la raison ou la réflexion rationnelle de conduire une personne à croire qu’une proposition est vraie? Traditionnellement, la réponse la plus fréquente à cette question doit faire appel à la notion de connaissance rationnelle. Plusieurs philosophes historiques (par exemple, 1641 Descartes, Kant 1781), ainsi que certains philosophes contemporains (par exemple BonJour 1998) ont fait valoir que, a priori, la justification doit être compris comme impliquant une sorte de rationnel “voir” ou de saisir la vérité ou La nécessité de la proposition selon laquelle la question. Prenons, par exemple, la déclaration que si elle est supérieure à Ted Sandy Sandy et est supérieur à Louise, puis Ted est supérieur à Louise. Une fois examiné la signification des termes pertinents, je me sens capable de voir, de manière directe et à titre purement rationnelle, que si toute l’histoire de ce conditionnel est vrai, alors la conclusion doit être vrai. Selon le concept traditionnel de la justification a priori, mon idée de l’apparente nécessité de cette revendication pour justifier ma foi en elle. Son apparente pour moi sur ce clairs, immédiatement, et de façon purement rationnelle que la réclamation doit être vrai me donne une bonne raison de croire que c’est vrai. Par conséquent, la meilleure solution sur le compte, a priori, la justification d’avances: le premier est a priori justifiée dans le sentiment d’une certaine revendication rationnelle si elle est consciente de la nécessité ou de la véracité de cette revendication.

Tout phenomenologically plausibles et epistemically plus parlante que les précédentes caractérisations de ce compte, a priori, la justification n’est pas sans difficultés. Il semble, par exemple, à exiger que les objets de la connaissance rationnelle être éternel, abstrait, Platonistic entités existent dans tous les mondes possibles. Si tel est le cas, cependant, il devient très difficile de savoir quelles sont les relations entre ces entités et nos esprits reviendrait à des cas de véritable connaissance rationnelle (probablement ne serait pas de causalité), et si notre esprit peut raisonnablement être jugée Que les relations (Benacerraf 1973). À la suite de cela et des questions connexes, de nombreux philosophes contemporains ont nié qu’il y ait une quelconque justification à l’avance, ou qui ont tenté de fournir un compte rendu de la justification que, a priori, de ne pas faire appel à une bonne idée.

Les comptes de ce dernier type sont présentés en plusieurs variétés. Une variété conserve la notion traditionnelle de la justification a priori nécessite la possession de raisons épistémiques conclu sur la base de la pure pensée ou raison, mais alors, que la justification simplement triviales ou d’analyse des propositions et, par conséquent, n’exige pas un appel en faveur d’une idée rationnelle (1946 ). A priori, justification comprise de cette manière est destiné à éviter un appel en faveur d’une idée rationnelle. Les raisons de cette affirmation est que l’explication peut être offerte pour la façon dont une personne peut «voir» dans une optique purement rationnelle, par exemple, le prédicat d’un concept particulier proposition contenue dans le concept de la matière, sans imputée à la personne En quelque chose comme la capacité à attirer la nécessaire nature de la réalité. A priori, ce que la justification est supposée représenter métaphysiquement de façon sécuritaire.